Tuesday, October 30, 2007

si D

Sesudah lebaran kemarin, oom mengurangi jumlah karyawan jadi tiga orang saja, efisiensi.
Sekarang cuma ada Nita, Yadi & Diding.
Nita bagian pembukuan, marketing, merangkap administrasi, urusan tulis menulis ketik mengetik deh.
Yadi bagian belanja, juga service ringan kalo ada handphone rusak ringan yang ownernya ga mau handphonenya di tinggal.
Diding bagian seksi repot, termasuk satpam buat jaga toko :D
Naaaah beberapa hari yang lalu ada si D, dia katanya bisa service.
D datang minta kerjaan, dia bilang sekarang lagi nganggur, sedangkan dia sudah punya anak dan istri yang tinggal sama orang tuanya di bogor, si D tinggal di Pal batu, menteng dalem, ikut dirumah ncingnya, katanya.
Sesudah lebaran ini memang agak banyak handphone yang rusak, umumnya kena air, maklum udah musim hujan.
(selalu sedia kantong plastik ya, kalo hujan hpnya diplastikin, biar ga kena air)
Oom mau ngetes kemampuannya si D, oom suruh dia betulin beberapa hp yang rusak.
dari 4 yang dia kerjain, baru 1 yang sembuh, 3 lagi belum kliatan hasil positifnya.
Terus si D bilang dia perlu beberapa alat buat service yang oom blom punya, seperti alat pencetak kaki ic, alat pencuci mesin, dll.
Besoknya waktu si Yadi belanja ke Roxy, si D oom suruh ikut buat beli alat alat yang dia minta itu, dia yang pilih sendiri alatnya tapi ternyata ada yang salah, jadi besoknya lagi dia harus balik ke Roxy buat menukar alat yang salah tersebut.
Sebelum pergi ke Roxy si D minta uang sama Nita buat beli alat lain yang kemarin belum dibeli, dia minta uang 150.000.
Itu hari jum'at, dan sejak hari itu si D ga pernah balik lagi ke toko.
Oom sih ga terlalu mikirin soal duitnya itu, oom cuma kesel aja sama orang yang minta kesempatan, sesudah dikasih kesempatan tapi di buang.
ceritanya belum selesai, hari ini si D telpon sambil nangis, dia bilang dia ga ada niat jahat, dia ga balik ke toko karena uangnya hilang di bis waktu dia mau ke Roxy.
Oom masih kesel sih sama dia, tapi kalo inget dia punya keluarga yang harus dia nafkahi, oom ga tega juga.
buat temen temen yang baca tulisan oom ini, oom mau minta sarannya nih, apa yang harus oom lakukan ? Terima kasih atas sarannya.

2 comments:

Anonymous said...

cek dulu, bnr ga dia cr uang buat keluarganya, kali2 aja buat dia main judi, mabok bae..hehehe...kadang2 su'uzon itu perlu jg loh oom.biar kita bisa tege ma org.

Anonymous said...

:-(

Ini sama spt kejadian waktu itu dengan salah satu staff yang namanya Nasrul. Malah si Nasrul saking lugunya, dia bilang duit yang dia bawa di taruh di bawah bangku motor dan motornya dia cuci. Pas abis dicuci dia langsung jalan, dan begitu tiba ditujuan dia cek duitnya di bawah bangku, ternyata duitnya udah ngga ada. Si Nasrul lebih hebat lagi, dia balik ke kantor sambil laporan bahwa dia kembali ke tempat cuci motor dan sampe mau berantem dengan yang punya tempat pencucian motor untuk dapetin duit yang hilang. Bahkan si Nasrul lebih hebat lagi, dia siap dipotong gaji tiap bulan untuk nyicil uang yang hilang.

Hikmahnya, uang yang hilang ya hilang... apapun alasannya. Ok lah misalnya orang itu punya niat baik untuk lapor uang hilang apalagi siap ganti. Masalahnya cuma 1, spt yang kita bilangin ke Nasrul, sekecil apapun uang itu tetap AMANAH. Uang yang hilang bisa diganti tapi Amanah yang hilang, itu pertanda dan tidak mudah untuk diganti. Karena si Nasrul itu karyawan, maka Amanah yang hilang menjadi referensi si Nasrul dalam mengemban tugas. Anggap saja si Nasrul sudah mencatat untuk rekor dirinya sendiri bahwa dia telah menghilangkan Amanah tuannya. Amanah ini kan yang paling bernilai apalagi bagi Majikan dan Karyawannya.

Nah, sekarang kembali ke kita. Apakah kita masih merenung "Uang yang hilang" atau "Amanah yang hilang". Mungkin mudah bagi kita untuk memberikan kesempatan kedua kepada Nasrul atas uang yang hilang. Pertanyaannya, apakah sama mudahnya bagi kita untuk memberikan kesempatan kepada Nasrul atas Amanah yang hilang...? Nilai Amanah di sini jelas: Nabi Muhammad bukanlah Nabi kalau tidak ada Amanah. Seorang Ayah bukanlah Ayah kalau tidak ada Amanah. Dengan analogi yang sama, seorang karyawan bukanlah karyawan kalau tidak dapat mengemban Amanah majikannya.

Kita cukup dasar untuk berbuat saklek dengan dasar ini, tapi mulailah urusan melankolik "perut" ambil bagian. Si Nasrul kan miskin, si Nasrul kan butuh kerja, si Nasrul kan punya keluarga, si Nasrul kan punya anak, si Nasrul kan musti bayar kontrak. Urusan melankolik "perut" ini bukan untuk kita seharusnya malah untuk si Nasrul itu ingetin saat dia bawa-bawa duit Amanah agar jangan sampai hilang. Urusan melankolik "perut" ini bukan untuk jadi alat bagi Nasrul untuk "off the hook" dari Amanah yang hilang. Tidak mencari Nafkah dan menghilangkan Amanah itu hukumnya sama, yaitu Khianat. Kalau karena si Nasrul menghilangkan Amanah sehingga si Nasrul kehilangan sumber Nafkah, itu biasa-biasa saja.

Yang tersisa adalah, apa kita masih mau mensubsidi/menyumbang Nasrul...? Karena menghilangkan Amanah, sebenarnya, si Nasrul sudah tidak layak sumber Nafkah. Kalau pun kita pada akhirnya masih memberikan kesempatan sumber nafkah kepada Nasrul, maka ini tindakan karena keluhuran budi dengan kata lain "Nyumbang Nasrul".

Seorang murid pernah bertanya kepada gurunya yang bijak, "Adakah sifat luhur yang melebihi Rahman dan Rahim....?" Sang bijak menjawab, "Ada!" Sang murid bertanya, "Sifat apa yang melebihi keluruhan Rahman dan Rahim guru...? Sang bijak menjawab, "Rauf dan Rahim - Saking penuh kasih, dia selalu Santun. Tapi ingat, perbuatan Santun cenderung dikhianati". Jelas tindakan kita kepada Nasrul sudah MENYANTUNI karena Amanah kita sebelumnya sudah di KHIANATI.

Ming